Wednesday, December 22, 2004

Oknum L (di lantai L)

L,
bener-bener gak nyangka kalau nama itu ternyata mewakili wujud seperti kamu. Tidak ada prasangka, tidak ada mengira-ngira. Dan begitu pertama lihat senyum mu... Nama itu hanya milikmu...

L,
sang rona sensual. sang pengejut jantung.
ternyata aku hidup! aku bisa merasakan detak jantungku!

L,
boleh sekali lagi kulihat senyum mu? mendengar langkahmu datang ke mejaku? memegang pundakku, dan bicara disamping wajahku?

L,
habis kata untuk ungkapkan tentangmu.
banyak ruang untuk kau tambat diriku.

L,
lantai ini... lantai kamu.


****** :P
"Aduuh! El, El. Gemes deh! :))



Ingin kuhadiahkan *Kesima itu padamu, Dik

Wanita itu memandang keluar jendela, menatap luas danau yang mengiringi laju kereta api tak lepas-lepas. Kuperhatikan sesekali, sambil menyantap cemilan yang kubawa, teman setiaku selama perjalanan dengan jarak tempuh yang cukup panjang.

Kepergian bersama kami memang tidak hanya sekali, - untuk satu keperluan- dan setiap danau itu akan terlewati, mata cantik itu kembali menatap keluar jendela tak pernah jemu.

Akhirnya, sudah kebiasaan bagiku, beberapa menit sebelum kereta cepat kami mencapai danau, aku akan berkata pada nya,“sebentar lagi danau itu lho”. Dan ia akan pindah ke kursi lain –yang memang rata-rata kosong- untuk menikmati kembali danau itu dengan senyum.. dengan sendiri.. dengan sepi..

Suatu kali demi meredam rasa penasaranku, aku membuka obrolan santai dengannya. Tentu dengan tanya apakah kemenarikan danau itu untuknya. „ Karena, danau itu ibarat barang yang tertinggal“. Aku menatapnya dengan kening berkerut, suatu simbol meminta penjelasan lebih lanjut.

„Iya,.. danau, bintang, pohon, bunga, bahkan manusia, entah sang bayi yang menangis ataupun dewasa, semua ibarat barang yang tertinggal. Tapi tak cuma sampai disitu saja alasanku. Lebih lagi, karena sebuah barang kalau tertinggal, pasti punya pemilik, bukan?. Bayangkan saja, pabila tiba-tiba satu buah bulpen tertinggal di rumahmu, apa yang akan kaulakukan?. Padahal saat itu, kau tak tahu siapa pemiliknya“. Karena aku tak menjawab cepat, ia kembali melanjutkan. „Pasti kau akan mencari pemiliknya kan?. Sayangnya, disana tak tertulis nama sang pemilik, tapi karena ia nyata dan ada disana, pasti kau yakin bahwa ia ada yang punya. Kau akan angkat telfon mu, dan bertanya kepada sejumlah teman, kira-kira milik siapa bulpen itu“ . Aku mengangguk singkat tanda setuju.

„Danau itu sangat indah, karena aku yakin ia ada disana dengan izin pemiliknya. Kau tahu ia tampak lebih bermakna, karena aku merasa, ia diciptakan untuk suatu tujuan yang akan berakhir dengan indah pula. Itulah mengapa aku sangat menganggumi danau itu maupun semua harta alam lainnya, bahkan keberagaman manusia.

Suatu waktu kau akan diberi izin oleh sang pemilik untuk menggunakan, mengagumi, menyentuh, dan memanfaatkan bulpen itu. Namun dengan satu syarat, bahwa suatu hari ia akan kembali untuk mengambilnya lagi, sebab bulpen itu bukanlah milikmu. Dan, begitupun setiap kita, juga alam, pasti akan diambil dan dihadapkan kembali kepada sang pemilik nya.“ Tuturmu mengusaikan kalimat.

„Wah, ternyata danau dan alam memberi banyak pelajaran untuk kita dengan cuma-cuma ya?“. Namun, jauh dari dugaan, ucapan ku disambut dengan raut muka tanda kurang setuju. „Salah ya?“ tanyaku.. „ Bukan salah, hanya kurang tepat. Kalaulah sang alam bisa bicara, mungkin ia akan berkata begini, .’Jangan nantikan aku akan memberi pelajaran apapun untukmu, jika kau tidak bertindak. Mulai sekarang, ambilah pelajaran itu, curilah dan manfaatkanlah hikmahnya. Aku bukanlah gerbang rahasia yang kuncinya disembunyikan. Pintuku selalu terbuka, pilihan lah yang harus kau tentukan, mau memasuki dunia hikmah ku atau tidak“.

Dan selepas ucap itu, alam akan bertasbih penuh khidmat, mendahului kita, dan mengagungkan firman-Nya, : Bismillâhir Rahmânir Rahîmn „Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemanyam di atas `Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan, Masing-masing beredar menurut waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan(mu) dengan Tuhanmu.

Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buhan berpasang-pasangan. Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan“ (Ar Ra`d ; Guruh 2-3) (Baca juga An-Nahl; Lebah 2-21, Subhanallah, dan begitu banyak ayat lagi yang menerangkan tentang alam)

„Kau tahu, kesempatan seperti yang kau dan teman-temanmu miliki, yaitu bertempat tinggal di Jerman menurutku adalah luar biasa. Setiap saat selalu ada yang dapat dijadikan alasan untuk bertasbih.

Saat perjalananmu ke kuliah atau aktivitas lain, kapan saja, dongakan lah kepalamu ke langit dan kan kautemui indahnya burung terbang berformasi, ini saja sudah satu Alhamdulillah. Saat melewati danau, kilaunya air terlebih saat bulan purnama menimpa, satu Alhamdulillah lagi. Dan saat penat melanda sehabis kuliah lewatilah taman favoritmu dan sudah kaulihat pohon-pohon berjejer rapih dan rindang, satu Alhamdulillah. Akhirnya sampailah kau di rumah, kauintip sedetik bulan sabit nan cantik tersembul di kelap malam, satu Alhamdulillah. Belum bila teman datang, dan saling bercanda riang, satu Alhamdulillah.. Bukan kah begitu?“ aku perlu waktu sebelum dapat mengangguk dalam..

„Aku hanyalah sebentar disini, tak lama lagi, aku akan kembali ke Indonesia. Dan kau tahu, jangan harap aku mampu menceritakan semua keindahan ini pada adik-adik, yang menatap alam pun mereka tak sempat, yang mereka kenal hanya bagaimana menyambung nyawa. Saat aku ceritakan kisah ini, maka mereka akan bertanya, ´di negeri dongeng manakah kau hidup?“.

Aku tak sabar untuk segera bertanya, „mengapa begitu?“ ujarku terdengar mendesak. „Gampang saja, begitu sampai cerita ku pada danau yang kita lalui, maka ia hanya akan perlu menyeretku menuju belakang „rumah“ nya, dan memaksaku melihat kali yang kotor penuh sampah lagi kelam. Saat sampai kataku pada burung-burung dengan formasi nya, ia meringis dan akan membalas lebih baik menanti hujan, agar ojek payung mereka laku. Terlebih saat aku bercerita tentang pohon dan bunga, ia akan melirikkan mata mungilnya yang lelah, pada deretan pohon trotoar yang berdiri membungkuk dengan daun tertutup debu, dan kulit tubuh yang memaksa mata membuang pandang, menatap ke depan, mencari „mangsa“ dalam jejeran mobil-mobil yang terhenti akibat lampu merah. Tapi tak hanya mereka, juga adik-adik lain, yang terlalu sibuk dengan dering sms dari handphone nya, hingga penjabaran ku pun tiada guna“

Ia berbicara sungguh tanpa emosi penuh gebu. Terlebih kesan melecehkan. Aku bertanya, „kalau begitu, apakah kau akan pesimis memandang arah hidup anak-anak itu?“ „mengapa aku harus pesimis?, bukankah kita dilatih Tuhan untuk tidak menjadi pesimis?, jangan berhati lemah, jangan cepat menyerah, berusaha dan berbuat, tak ada satu pun yang luput dari perhitungan-Nya. „Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung“ (QS. Al-Jumu’ah 10).

Kau melanjutkan,, „karunia Allah itu sangat berlipat, hukum Allah, adalah seadil-adilnya hukum. Bila aku tak sedih, karena kulihat, Rabb yang maha Cukup, memberikan kelebihan luar biasa pada anak-anak bangsa, kepada mereka yang terus mengusap peluh, ataupun yang sibuk belajar dalam ruangan kelas yang padat. Mereka semua anak bangsa yang pintar-pintar, derajatnya akan naik karena kepintaran mereka, anugerah dari Illahi. Mereka generasi yang pandai berwirausaha. Kita bersyukur memiliki anak bangsa, yang lihai dalam bidang seni dan komunikasi. Dengan kemauan yang luar biasa keras bila dihadapi dengan kerja terarah dan tidak abstrak. Anak bangsa yang memiliki iman dan budi pekerti yang luhur, yang hanya perlu asahan dan ajakan untuk jalan beriringan bersama-sama, hingga mutiara iman insyaAllah akan jelas terlihat kemilau nya. Kepada semua, tak terkecuali. Ini adalah tanda dari-Nya untuk mereka.

Kita kenal istilah Filantropi (kedermawanan). Yang dermawan, menurutku tak perlu kaya, ia hanya perlu punya hati yang bersih, hanya perlu punya keinginan dan niat ikhlas. Tak perlu beri uang, pabila sanggup sumbang keterampilan dan motivasi. Bila terus begitu, maka danau, bintang juga alam, tak lama betah bercap simbol makna tanpa “jiwa”. Akan tergerak lah menciptakan kondisi negara yang indah lagi teratur. Dan pada saatnya, ia akan menjadi simbol makna penuh cinta sebagai tanda yang nyata dari Sang Maha Kuasa.“

..” Jetzt erreichen wir Dortmund Hauptbahnhof ...“ („Sekarang sampailah kita di Stasiun Dortmund“). Sebuah suara menyampaikan pengumuman, memenuhi setiap gerbong kereta.


Ah, tak terasa telah tiba kami pada tujuan perjalanan ini, mengapa waktu tak mengizinkan aku menikmati setiap ucap lembutnya lebih lama lagi?. Seakan ia mendengar desah hatiku, ia berkata..“ Ilmu ada dimana saja dan dari siapa saja, bersihkan lah hatimu dengan dzikir. Setelah hatimu bersih, hiasilah dengan ilmu, mungkin nanti akan butuh pengorbanan dan jatuh bangun, namun bukankah, indah syurga Illahi pun tak dapat diraih mudah?, kemudian senangkanlah hatimu dengan bekerja.“

„Esok hari aku tak lagi ada di dekatmu, namun aku tahu insyaAllah kau akan lebih bijaksana dari hari ini. Pergunakanlah waktumu sebaik mungkin, seperti saat junjungan kita nabi Muhammad Saw, pernah menasehati pengikutnya yang sangat dicintainya. Dan, doakanlah aku sebagaimana aku akan mendoakanmu, sehingga do’a kita akan saling terpaut, dan salam jauhku akan terbawa angin yang mendesir pelan melewati kain jilbabmu“ . Tak terasa mataku berkaca-kaca. Aku mengangguk dan menatapnya penuh terimakasih.

Saat kutulis cerita ini pun, ia tak ada di dekatku, entah sedang tidur atau sedang berdzikir.. Ya Rabb, sungkurku menghadap-Mu malam ini. Berikanlah cinta dan kasih-Mu padanya... Amin ya Rabb al alamin

Darmstadt, 17.12.2004 (02.39)
Anggi Aulina Harahap

Tertulis untuk adik-adik negeriku; maaf, hanya ini yang baru bisa kusembahkan. Pabila tiba satu hari nan indah, semoga itu adalah saat kumampu menceritakan luar biasanya alam ini, dalam situasi dan kondisi yang akan membuatmu percaya. InsyaAllah

Untuk Bunda; Tak pernah jenuh aku belajar darimu

Untuk Sahabat baru, terimakasih telah bertanya, semoga ini dapat menjawab :)

Catatan judul: *(ter) Kesima

Keluh kesah hilang, datanglah sang syukur

Ketidak puasan, tentu bukan kata baru untuk kita. ,Di atas langit masih ada langit’, kata pepatah lama. Ini tentu pabila dipahami dengan bijak, akan menjadi suatu hal yang sangat positif untuk terus memotivasi seseorang, agar tak henti bersemangat dan tak lekas sombong diri (takkabur) dalam mengerjakan apa yang telah menjadi kewajiban-kewajibannya.

Namun kalau ternyata ketidak puasan, diikuti dengan keluhan tak henti-henti, apakah ia masih dapat dibilang positif ?, contohnya, keluhan dibawah ini..

„Aduh, dingin banget ya ..“ keluh saya kesekian kali, seakan tak bosan bibir ini berucap kesah. Musim dingin memang telah menyapa, dan udara hangat dari Heizung, seakan tak mampu membuat hangat badan ini. Lelah berpuluh kali mondar-mandir menyebut kata yang sama, saya duduk di kursi dekat kamar kakak laki-laki saya, dan tentu saja dengan keluh yang kembali diucap . Tiba-tiba terdengar bunyi kursi dimundurkan, dan tak berapa lama kakak laki-laki saya sudah berdiri tepat di samping. Sambil melihatku serius ia berkata sangat singkat, sesingkat ia setelah itu, mengakhiri pembicaraan kami..

Aku menatap nya dengan rasa tak percaya, saat ia meminta saya, untuk pergi keluar, ke balkon mini kami, dan diam disana selama dua menit. Bagaimana mungkin, orang sedang kedinginan disuruh keluar menyambut dingin, gerutuku seketika. „Hanya dua menit koq“ ujarnya, seakan membujuk. Karena ia memasang wajah cukup serius, saya pun mengikuti saja perkataannya, penasaran juga dengan anjuran nya.

Dua menit berselang menahan gigil, saya kembali masuk. Saya duduk, dan kakak ku, ,berkata dari dalam kamarnya.. “Nah, dengan begitu, kamu akan belajar menghargai hangat”..

Kalimat itu sungguh hanya diucap datar, namun mampu membuatku seperti terdikte mengucap Hamdallah, dengan rasa malu diri, tersadar terlalu banyak mengeluh.

Memang, kalau kedinginan, tentu langkah konkret yang harus diambil, membesarkan Heizung (pemanas) atau membungkus diri dengan pakaian yang lebih tebal, bahkan sampai, memasak mie,dengan harap agar badan kembali hangat.. (mau nulis sup, nanti ketahuan gak akuratnya, wong gak bisa masak ;)) .Setelah itu, hangat pasti akan menyelimuti tubuh, namun saya ragu, apakah hamdallah yang dating, dikarenakan penghayatan dan pembelajaran, dari apa yang kita sering kita vonis sebagai suatu ketidaknyamanan??

“Orang yang tidak pernah mengecap pahit, tidak tahu bagaimana rasanya manis” , begitu gambaran satu pepatah jerman.

Manusia mungkin memang seorang yang sangat egois dan terus merasa kurang, namun ternyata ia pun dilengkapi kemampuan untuk bersyukur. Mari pergunakan dengan maksimal hikmah syukur dari Illahi. Karena cara menggapainya tidaklah dapat diucap mudah. Bahkan, pabila ia sudah kita punyai, pertahakan dan jangan mau tukar dengan suatu apapun, karena sejarah mengajarkan kepada kita, begitu banyak ni’mat Allah kepada Bani Israil, yang tersebut dalam surat Al-Baqarah 49-60. Yang Ia pertegas hampir di seluruh permulaan ayat-Nya: “Dan (ingatlah) ketika Kami…”. Namun ternyata, sebanyak-banyak nya bentuk ni’mat yang Ia turunkan, tetap membatu dan kerasnya mereka dari tak mau mengucap syukur. Hingga saat turun sambaran halilintar (ayat 55).. Agar setelah itu: “Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu besyukur”. Mereka berakhir dengan kehinaan dan nista (ayat 61) dari Rabb-Nya, naudzubillah...

Itulah mengapa saya sering merasa iri, pada hamba-Nya, yang dapat senantiasa bersyukur akan setiap ni’mat Rabb-Nya, walau mungkin bagi yang lain, hanyalah suatu hal yang kecil. Mungkin, ia hanya akan tersenyum teduh, dan berdo’a dalam hati, agar kemampuan bersukur, dan rasa bahagia yang mengikutinya, akan diturunkan sang Rabb, kepada hamba-hamba-Nya ynag lain, yang sedang dalam usaha mencapai keihklasan atau saya menyebutnya dengan syukur murni.

Semoga surat yang berjudul Ar Rahmaan, surat ke 55 dalam Kitabullah, dengan 78 ayat, yang 31 darinya adalah: „Maka ni’mat Tuhan Kamu yang manakah yang kamu dusatakan“, akan terus menjadi pegangan kita, pabila hati mulai terasa lemah, dan kesah kembali akan diujar.

Betapa sedihnya, orang yang mempunyai mata, tapi tak bisa melihat, mempunyai telinga, tapi tak bisa mendengar, mempunyai hati, tapi tak bisa menghayati..

Ya Rabb, berilah kami kekuataan untuk selalu bersyukur kepada-Mu.. Dan, dekatkanlah juga ikatlah diri ini dengan ikatan yang kuat dalam silaturahmi, dengan hamba-hamba-Mu, yang selalu mengucap syukur dalam hatinya, saat ia duduk, terbaring dan tertidur..Amin..


Wassalam,
Anggi Aulina Harahap


„Mit Dankbarkeit sollten sie sich an den Genuss erinnern, ...“ (Kahlil Gibran)
Dengan rasa terimakasih lah seharusnya kalian mengingat akan kenikmatan. (terj. pribadi)

Monday, December 13, 2004

Bingung

mau cerita
mau cerita kesiapa?
gak tau apa yang mau diceritain
mau teriak
kenapa mesti teriak
siapa yang mau diteriakin
mau nangis
nangis karena siapa
mau nyanyi
hmmm..... suara jelek
mau tidur tapi pengen bangun
mau bangun tapi ngantuk
mau ketawa
gak ada yang lucu
mau pulang
pulang kemana?
pulang kesiapa?
mau lari
lari kemana
argh.............. bingung nih

Tuesday, December 07, 2004

last night i met an old friend of mine who's living somewhere in sulawesi now...living very wealthy and dangerously in sulawesi...i've known him since junior high, went to high school together, and then we went on our own separate ways...now he's a young entreprenuer, making a living on govermental projects such as highways, irigation, buildings, and so on and so on...i always knew that someday that kid whose overly insecure, never trusts anyone, and cheap as hell, would become a succesful person...and he has...last night we shared stories about our lifes, what we're doing recently...we trade experiences between us and learn life even more...interestingly, his visions are so overwhelming, it caught me by surprise...but i'm happy to see him enjoying his work because he loves it, not because he was forced to do it...that is something that i've been wanting to do but the opportunity never came...i will find it someday...let's just hope last nights' just an eye-opener for me to be a better person...well, back to work now...

Monday, December 06, 2004

finally we can have a place for us to speak our minds! setelah sekian lama, akhirnya terbentuklah wadah dimana kita para anggota keluarga kaciones untuk saling mengisi jurnal kehidupan kita masing2...entah itu uneg2, curhat, gosip, artikel, tulisan ato apa aja terserah...yang penting kita ada sarana untuk komunikasi diantara kita semua...sukur2 banyak yang posting supaya makin rame blog ini...dan setelah modifikasi lebih lanjut, nanti tinggal disebar luaskan ke keluarga lain mengenai keberadaan blog kita ini...selamat mengisi! enjoy....